Thursday, February 4, 2010

Mengapa Pria Menyukai Wanita Yang Lebih Tua


Menurut survei yang dilansir situs pria askmen.com, belakangan ini tren hubungan pria dengan wanita yang lebih tua makin menanjak. Di masa lalu, kebanyakan orang berpikir bahwa wanita lebih cepat matang ketimbang pria, karenanya, untuk menyeimbangkan, disarankan untuk wanita mencari pria yang lebih tua, yang bisa membimbing. Lalu, apa alasan pria masa kini memilih wanita yang lebih tua? Penasaran? Berikut adalah alasan-alasan para pria untuk memilih berhubungan dengan wanita yang lebih tua:

Lebih Mandiri
Wanita yang lebih tua, biasanya tak masalah menghabiskan waktu untuk sendiri. Mereka memiliki banyak pengalaman dengan pria, dan terbiasa untuk menjalani hari sendirian. Karenanya, tak masalah bagi wanita yang lebih tua ketika pasangannya tidak selalu ada di sisinya setiap waktu. Para wanita ini dinilai tak terlalu bergantung atau butuh perhatian lebih, karenanya, lebih mudah untuk berhubungan dengan mereka.

Lebih Asertif
Secara umum, wanita yang lebih tua sudah menemukan jati diri mereka dan mengetahui apa yang mereka inginkan. Para wanita ini tak lagi merasa takut terhadap pria, ditambah lagi, mereka tak ingin membuang waktu bermain-main dengan perasaan. Umumnya, wanita di awal 20-an akan cenderung "tarik-ulur", atau berusaha membuat pasangannya cemburu, sementara para wanita yang lebih tua lebih suka berterus terang akan perasaan mereka. Bagi pria, keterbukaan dan kejujuran ini sangat menyenangkan.

Perbincangan yang Menarik
Komunikasi adalah salah satu hal yang penting dalam sebuah hubungan. Wanita yang lebih tua lebih paham banyak hal dan sudah berpengalaman dalam hidup, sehingga lebih banyak bahan untuk diperbincangkan. Selain itu, mereka pun memiliki cerita-cerita menarik, sehingga akan menjadi pasangan berbincang yang sangat menyenangkan. Perbincangan menarik akan membantu hubungan tetap menyenangkan meski percikan-percikan gairah fisik sudah mulai berkurang.

Punya Uang
Bagi pria, hal ini bukanlah yang terutama, tapi cukup penting. Karena, pria merasa memiliki pasangan yang bisa diandalkan dan tak perlu harus selalu bergantung kepada dirinya. Belum lagi pria pun tak harus mengkhawatirkan si wanita yang sewaktu-waktu butuh uang sementara dirinya pun sedang kekurangan.

Persahabatan yang Dewasa
Wanita-wanita yang muda seringkali terbelit masalah dalam hubungan persahabatan. Tak jarang, untuk bisa menjadi pasangan dari wanita muda, pria harus mendapatkan semacam "persetujuan" dari sahabat-sahabat wanita ini. Sementara wanita yang lebih dewasa, sudah bisa mempercayai keputusannya sendiri, tak harus selalu meminta pendapat sahabat-sahabatnya. Wanita dewasa sudah lebih percaya diri dan mandiri. Mereka pun sudah bisa memilah sahabat mana yang bisa mereka dengarkan.

Memiliki Selera yang Lebih Baik
Wanita yang lebih dewasa memiliki selera yang lebih baik dalam menghabiskan waktu bersama teman kencannya. Mereka sudah melewati masa-masa pemberontakan ala remaja, dan tak melulu ingin menjadi pusat perhatian layaknya gadis muda. Karenanya, mereka akan lebih memilih hal yang lebih tenang dan bermakna ketika memutuskan kegiatan atau tempat untuk berkencan.

Bukan Drama Queen
Wanita-wanita muda cenderung emosional, karena mereka banyak merasakan pengalaman pertama. Sehingga, histeria yang dialami sangat terasa seperti drama. Cinta pertama, putus dari pacar pertama, dikhianati untuk pertama kalinya, dan masih banyak lainnya. Karena kurangnya pengalaman, para wanita muda seringkali terlalu membesar-besarkan masalah. Sementara wanita yang lebih dewasa dinilai lebih bisa menghadapi masalah lebih baik, mereka bisa dengan tenang menghadapi tekanan dan masalah, bahkan cenderung bisa menyelesaikan masalah sendiri dengan baik.

Pengalaman dalam Berhubungan
Wanita dewasa tahu bagaimana menghadapi masalah dan hari-hari penuh kesengsaraan yang diakibatkan oleh hubungan karena mereka sudah pernah mengalaminya. Wanita dewasa sudah mampu mengukur dan mampu menghadapi persoalan seputar hubungan. Alhasil, karena kedewasaannya ini, wanita yang lebih tua bisa menjaga hubungan lebih baik.

Menghargai Waktu
Karena wanita dewasa sudah mengerti apa saja hal-hal penting dalam hidup, mereka lebih bisa mengapresiasi waktu yang dilewati, tanpa perlu mengumbar emosi berlebihan. Kebanyakan wanita yang masih muda menganggap hubungan atau hidup secara umum dengan kacamata yang sangat serius. Sementara para wanita dewasa memandang pria dari nilai kepribadiannya. Ia sudah tahu ada apa di luar sana, dan ia pun tahu bagaimana menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakan apa yang ia punya begitu saja.
Sumber: askmen

Orgasme Wanita Ditentukan Oleh Kecerdasan Emosi Emosinya
Perempuan dengan kecerdasan emosi tinggi lebih mudah mencapai orgasme dalam hubungan seksual. Dengan kecerdasan emosinya, perempuan menjadi lebih mudah berkomunikasi dengan pasangan dalam menyampaikan ekpektasi seks dan hasratnya.

Lemahnya kecerdasan emosi berpengaruh besar terhadap masalah disfungsi seksual pada perempuan. Sederhananya, kenali bagaimana kecerdasan emosi Anda, asah jika masih lemah, maka impotensi pada perempuan pun teratasi.

Demikian hasil sebuah studi yang melibatkan total 2.000 perempuan kembar. Profesor Tim Spector dari King's College London sengaja mencari responden kembar dalam penelitiannya karena akan lebih mudah menganalisa faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi masalah kelainan seksual.

Meski survei menunjukkan sebagian besar perempuan tak bermasalah dengan orgasme, namun beberapa di antaranya mengalami kesulitan mencapai klimaks saat berhubungan seksual.
Ukurannya, jika perempuan memiliki kecerdasan emosi kurang dari 25 persen dari standar rata-rata, frekuensi orgasme tidak terlalu sering.

Penelitian ini membuktikan, kecerdasan emosi berdampak langsung pada peningkatan kemampuan perempuan dalam hubungan seks, terutama dalam menyampaikan keinginannya untuk mencapai klimaks kepada pasangan. Dengan memainkan emosi, perempuan menjadi lebih terbuka dan tak lagi sungkan meminta pasangan memuaskan hasratnya.

Hasil studi ini membuktikan, kecerdasan emosi yang tinggi dalam diri seseorang membuatnya bertumbuh dalam hal perilaku, dan menjadi bentuk terapi kognitif untuk memperbaiki kehidupannya.

Jadi, cobalah tes seberapa tinggi kecerdasan emosi Anda. Atau coba ukur kemampuan orgasme Anda. Jika sulit mencapainya, jangan-jangan Anda memang masih perlu mengasah kecerdasan emosi Anda!
Sumber: LiveStrong


Trik Menjadi Ibu Yang Lebih Santai
Menjadi orangtua memang bukan pekerjaan yang mudah. Anda kehilangan waktu untuk beristirahat, waktu untuk bersantai bersama suami, dan tentunya waktu untuk bersosialisasi. Ketika Anda merasa begitu stres dengan pekerjaan di kantor, dan harus menghadapi rumah yang berantakan, wajar jika Anda menjadi murka.
Namun, selalu ada cara untuk meredakan kemurkaan Anda. Anda bisa mencoba menjadi ibu yang lebih rileks saat menghadapi anak-anak. Ibu yang tidak selalu terpancing saat melihat kenakalan mereka, dan betapa pintar mereka membuat rumah Anda kacau-balau. Anda bisa kok, membuat rumah Anda lebih tenang dan menyenangkan. Butuh kerja keras untuk itu, namun beberapa cara berikut bisa menjadi inspirasi bagi Anda.
1. Dalam sehari, berusahalah untuk tertawa bersama anak-anak. Entah dengan menertawakan ulahnya, atau goda mereka dengan ulah Anda yang kekanak-kanakan.

2. Tidurlah semampu Anda. Biasanya, ketika menemani anak tidur siang (atau tidur malam), si ibu jadi ikut tidur. Nikmati saja momen ini, terutama ketika menemaninya tidur malam. Tak apa lah, sesekali membiarkan piring kotor di meja makan.

3. Ketika Anda sedang stres di kantor, dan si bungsu membuat ulah, atau Anda lupa menyiapkan bekalnya, Anda mungkin akan memuntahkan kekesalan Anda pada si sulung. Hal ini tidak adil untuknya. Untuk menghindari kekacauan ini, siapkan semua keperluan anak-anak malam sebelumnya.

4. Manjakan diri Anda. Sesekali, untuk mengobati kekesalan atau kelelahan Anda, temukan guilty pleasure Anda. Entah membaca novel picisan, mendatangi acara sale di mal, atau menyantap cheese cake kegemaran Anda. Ingat, hanya sesekali.

5. Ketika anak membuat ulah, Anda mungkin akan terbiasa mengatakan, "Enggak boleh", atau "Jangan". Coba ubah kata-kata tersebut dengan "Ya". Contohnya, “Ya, nanti kita ke tempat permainan kalau kamu sudah selesai makan", dan bukannya, "Kalau kamu enggak makan, kita enggak berangkat". 

6. Seperti saat belajar di sekolah, anak-anak akan menurut jika sesuatu dikatakan berulang-ulang. Misalnya, "Ayo, makannya sambil duduk", atau, "Nontonnya nanti kalau sudah belajar, ya", atau, "Ngomong yang jelas, Ibu enggak ngerti kamu maunya apa".

7. Membuat larangan hanya untuk sesuatu yang memang penting. Anda tidak perlu kesal hanya karena anak memilih kaus warna merah dan celana pendek oranye. Atau, ia memilih tidur dengan kepala pada posisi kaki di tempat tidur. Atau, mengatur cara makannya supaya wajahnya tidak belepotan terkena makanan.

8. Ketika Anda begitu lelah saat mengasuh anak, mungkin Anda akan berpikir, "Nanti kalau dia sudah lebih besar, saya tak perlu lagi menyuapinya." Atau, Anda tak perlu mencuci berlusin popok setiap hari. Namun, percayalah, ketika semua hal itu berlalu (dengan begitu cepat), Anda pasti akan merindukan masa-masa melelahkan tersebut.
Sumber: Shine